Cerita Bokep menikmati 4 generasi
Cerita 18+, Cerita Bokep, Cerita Sex
ceritasange.com – Halo sobat Ceritasange π Sebelum masuk ke cerita panas di sini, gua mau rekomendasiin web temen gua dulu nih.
Isinya juga full 18+ π₯ dan dijamin bikin kalian betah lama-lama nongkrong di sana. Kalau penasaran, bisa cek π gairahdewasa.com. Oke, kalau udah siapβ¦ yuk lanjut ke cerita π
Kalau tidak unik untuk apa diceritakan. Apa yang diuraikan dalam cerita ini sulit dipercaya. Namun percaya atau tidak percaya itu urusan anda.
Kalau memang merasa tidak nyaman ya jangan dibacalah, kenapa harus memaksa. Kalau anda teruskan membaca dan di akhir cerita anda menyesal, karena menganggap saya mengada-ada, saya tidak memaksa anda percaya. Namanya juga kepercayaan, ya sesuai dengan kepercayaan masing-masing.
Aku memang menyenangi cewek yang baru beranjak menuju remaja. Cewek seperti itu menurut pandanganku memiliki keindahan istimewa, mulai dari berkembangnya bentuk tubuh dengan payudara yang baru tumbuh, kemaluan yang mulai ditumbuhi bulu, atau berbulu halus dan jarang.
Sulit sekali mendapatkan cewek yang seperti aku gambarkan itu, karena cewek seperti itu ada di kisaran usia 12 β 13 tahun, atau di tahun terakhir SD atau di awal SMP.
Di internet banyak sekali foto dan video anak-anak dibawah umur, mulai dari yang softcore atau hanya bertelanjang saja sampai yang melakukan hubungan badan, baik dengan cowok dewasa atau pun dengan sesama anak yang sebaya.
Namun video-video itu semua dari luar. Paling banyak film barat, lalu Jepang dan yang paling dekat adalah anak-anak Kamboja. Ada juga yang menyebut film Indonesia, namun setelah saya cermati ternyata dari Kamboja juga.
Cukup lama saya melakukan perburuan untuk mendapatkan cewek yang pra remaja, namun sulit sekali alias belum pernah dapat. Masalahnya saya ingin yang aman. Kalau terlalu beresiko, saya lebih baik mundur saja.
Saya sudah menyebar jaring dengan mengakrabi para pencari cewek yang akan dijadikan pekerja sex komersil (PSK) Ada sekitar 5 orang yang menjanjikan akan mencarikan cewek seperti yang saya mau.
Mereka katakan, sebelum saya minta ke mereka, ada banyak anak seperti itu yang diminta orang tuanya bekerja di Jakarta, Bandung atau kota-kota besar lainnya. Namun karena akhir-akhir ini razia PSK di bawah umur gencar, jadinya mereka tidak berani menjaring PSK yang pra remaja.
Penantianku akhirnya membuahkan hasil, salah satu kibus (kaki busuk) yang beroperasi di pantura Karawang mengabarkan bahwa dia mendapatkan apa yang aku inginkan. Namun anak itu tidak mau dibawa ke kota. Jadi aku harus mendatangi rumahnya.
Dihari yang dijanjikan aku bersama si Kibus yang bernama Leman, jalan ke arah Cilamaya. Kampungnya cukup jauh juga, sekitar 2 jam dari pusat kota Karawang. Jalannya memang tidak bagus, malah sebagian besar rusak. Mungkin itu yang membuat perjalanan jadi lama, bukan karena jaraknya yang amat jauh.
Sebuah desa yang berseberangan dengan sawah, aku diperintahkan si Leman untuk memarkirkan mobil di satu halaman rumah orang yang agak luas. Leman mengenal pemilik rumah sehingga ketika mereka bertegur sapa, tidak ada kecanggungan.
Aku diajak Leman berjalan menyusuri jalan diantara rumah-rumah yang letaknya tidak beraturan. Sebuah rumah, atau tepatnya gubuk ternyata adalah tujuan si Leman. Setelah dia menyerukan salam, keluarlah seorang wanita yang kutaksir usianya sekitar 40 β 50.
Tidak lama kemudian keluar lagi 2 orang perempuan yang usianya lebih muda dari wanita yang pertama keluar tadi. Lalu muncul bocah yang masih culun. Aku sudah menduga, pasti anak ini yang akan ditawarkan untukku.
Sejenak kuamati, anak ini bahannya cukup bagus. Mungkin karena kurang perawatan dan kurang biaya, sehinga terlihat kusam. Perempuan yang lain pun, punya potensi bagus jika dioles, termasuk yang paling tua tadi.
Setelah bersalaman dan berkenalan, aku dan Leman dipersilakan duduk di bale-bale atau amben bambu di teras rumah. Malu juga aku rasanya, karena usiaku yang dipertengahan 30 mengincar perempuan yang kata Leman usianya sekitar 12 tahun. Padahal di situ ada perempuan-perempuan lain yang sesuai dan cocok untukku.
Leman memberi uang yang sempat terlihatku warnanya biru. Salah seorang dari mereka lalu masuk kedalam. Aku tidak tahu apa maksud Leman kasih uang lima puluh ribu itu. Aku diam saja, karena tidak ada kesempatan tanya.
Kami ngobrol dan saling berkenalan. Dari situ baru aku tahu bahwa semua 4 perempuan yang aku salami tadi adalah saudara sekandung. Maksudku bukan sekandung kakak beradik, tetapi hubungannya sangat dekat, mereka adalah anak, ibu, nenek dan buyut. Sorry kalau saya keliru menyebutnya sekandung, karena waktu nulis ini saya tidak menemukan istilah yang tepat.
Mereka benar-benar punya bahan bagus, tapi karena kurang perawatan jadi semuanya terlihat kusam. Dari tempat tinggalnya sudah aku pastikan bahwa mereka hidup di bawah garis kemiskinan. Dan ternyata, uang pemberian si Leman tadi untuk menyiapkan hidangan kopi.
Aku tidak ingin berlebihan tapi gambaran mereka adalah sebagai berikut. Perempuan yang paling muda bernama Suryani, tingginya sekitar 145 cm, tubuhnya cenderung kurus, rambutnya lurus terurai dan kurang di bentuk, kulitnya sawo matang.
Teteknya sudah mulai tumbuh, karena di dadanya sudah terlihat tonjolan kecil. Hidungnya bagus. Meski tidak terlalu mancung, tetapi tidak juga pesek. Yang membuat dia akan terlihat cantik, karena dagunya agak lancip. Bajunya kumal.
Ibunya yang kuingat tadi menyebut namanya Salamah, atau sebutannya Amah. Dia menyebut umurnya 26 tahun. Berarti dia melahirkan si Suryani atau panggilannya Ani pada usia 14 tahun. Di desa ini umur segitu sudah punya anak, dianggap tidak aneh, karena umumnya mereka kawin di usia muda.
Amah tidak jelek-jelek amat, tapi karena miskin jadi agak kurang menarik. Tingginya sekitar 150 cm. Pantatnya kelihatan keras dan agak menonjol.
Sarung yang dipakainya tidak bisa menahan tonjolan bokongnya. Perutnya tidak membusung, lumayan datar. Dadanya lumayan jugalah, ukurannya kelihatannya sepadan dengan bentuk tubuhnya yang langsing.
Mereka memang berperawakan langsing-langsing, alias terlihat singset. Ibu si Amah yang tadi menyebut namanya Limah, atau disebut Mak Imah, tubuhnya lebih bongsor. Dia lebih tinggi sedikit dari si Amah. Bodynya tidak gemuk, tapi teteknya kelihatan cukup besar, bokongnya juga gempal.
Yang menurutku istimewa, perutnya tidak gendut, seperti umumnya wanita sebayanya. Mak Imah mengaku umurnya sekitar 40 tahun. Umur segitu sudah punya cucu, dia seperti anaknya juga kawin muda dan umur 14 sudah melahirkan.
Jika disandingkan dengan ibunya yang tadi menyebut dirinya Nek Ijah, mereka berdua seperti kakak beradik. Aku tidak berlebihan memberi gambaran, tetapi Nek Ijah yang kata si Amah umurnya sekitar 54 tahun masih punya daya tarik sebagai wanita STW (setengah tuwa).
Badannya memang agak sekal, alias lebih gemuk dari anaknya. Tapi menurutku dia masih terbilang normal, karena tidak terlalu gendut. Tingginya hampir sama, atau sedikit lebih pendek dari si Imah.
Yang kukagumi nek Ijah kulitnya paling bening dari semuanya. Gak usahlah aku gambarkan statistik tubuhnya, nanti saja, karena kalau sekarang, pasti pembaca bingung.
Terhadap semua wanita itu yang kukagumi adalah wajahnya bersih dari jerawat, dan kakinya mulus, tidak ada bekas koreng, apalagi koreng atau luka. Kulit mereka rata-rata sawo matang. Kuduga, itu karena mereka sering terpapar sinar matahari dalam kehidupan di desa. Mungkin jika tinggal di Jakarta bisa lebih bening.
Sampai disini saja pasti pembaca Ngocokers masih bingung nama-nama mereka, ada Ani, ada Imah, ada Amah dan ada Ijah. Udahlah jangan di hafal-hafal, nanti akan saya jelaskan sehingga anda pasti ingat terus.
Uniknya mereka semua, kecuali Ani alias si Suryani, statusnya janda. Kalau harus diceritakan bagaimana kok mereka sampai menjadi janda. Ceritanya bakal berbelit-belit dan membosankan. Apalagi menceritakan anak-anak mereka ada berapa. Wah makin pusing jadinya.
Jadi ya nikmati saja apa yang aku gambarkan dalam cerita ini, dan jangan jadi pertanyaan apa yang tidak aku ceritakan. Nikmati saja. Jangan pula menyoal yang lain-lain. Kalian bikin saja cerita sendiri.
Ngopi sudah hampir habis, makan gorengan cukup banyak, aku mulai agak terbiasa dan berkurang rasa canggungnya, karena emaknya si Ani terus terang bercerita untuk menjual anaknya. Alasannya lagi butuh duit untuk bayar utang.
Cerita mak si Ani ini di benarkan pula oleh Nek Amah dan Nek Ijah. Jadi mereka semua tahu dan menyadari bahwa kedatanganku itu untuk membeli keperawanan si Ani. Sementara itu. Ani hanya diam saja, dari tadi tidak pernah bicara, dia hanya nunduk saja dan mondar-mandir membawa minuman dan hidangan gorengan.
Aku tidak melihat ada tersirat rasa malu ketika semua orang tuanya menyebut akan menjual keperawanan Ani. Dia malah biasa saja, tanpa ekspresi. Selanjutnya giliran aku yang bingung, karena anak ini tidak mau dibawa keluar.
Dia hanya mau melepas keperawanannya di rumah ini. Berarti aku harus menginap di gubuk mereka. Aku ingin melihat situasi di dalam rumah mereka, apakah layak atau gimana. Aku beralasan numpang buang air kecil.
Dengan segera mak si Ani, alias mak Amah mengajakku masuk rumah jalan terus ke belakang dan kamar mandinya agak terpisah dari rumah induk, tidak ada dinding, hanya ada sumur pompa dan ember, Tidak kulihat ada kakus, karena ternyata kakusnya agak jauh ke belakang lagi. Jangan dibayangkan kakusnya punya dinding, karena hanya ada satu tonggak dan lubang untuk menampung tinja.
Mak Amah menangkap kebingunganku. Dia lalu menunjuk saluran air pembuangan agak dipinggir tempat sumur pompa. Di situ memang ada selokan kecil. Aku disuruhnya kencing di situ.
Sementara itu dia tetap berdiri tidak jauh dariku. Agak rikuh juga, kencing berdiri di dekat perempuan yang baru aku kenal, meski aku membelakanginya. Ah aku harus menyesuaikan kebiasaan mereka, maka aku coba saja menurunkan resleting dan melepas hajat kecilku.
Kami kembali memasuki rumah dari belakang dan menembus ke depan. Di dalam rumah tidak terlihat ada kamar, hanya hamparan kasur di pojok ruangan. Jadi di dalam rumah ini hanya ada 1 ruang.
Lantainya diperkeras dengan semen, bukan keramik atau ubin. Dinding rumah, setengahnya terbuat dari papan, dan keatas terbuat dari tepas bambu atau juga sebut bilik atau orang jawa menyebutnya gedek.
Mereka kelihatannya cukup lama hidup miskin. Terus terang aku agak kurang berselera mendapatkan keperawanan Ani. Bukan karena bahannya kurang bagus, tetapi lingkungannya yang kurang layak.
Padahal, tipe seperti Ani ini yang lama kucari dan kuinginkan, tapi ketika ditemukan ada ganjalan sarana dan prasarana. Aku harus menghapuskan gambaran tidur di hotel, dengan udara sejuk dan mandi air hangat serta hiburan televisi.
Sampai saat itu aku tidak punya dan tidak tahu bagaimana skenarionya mengeksekusi Ani di dalam rumah yang tanpa sekat dan hanya satu hamparan kasur.
Tapi aku suka dengan tantangan, sehingga aku putuskan untuk membeli keperawanannya. Leman menjual Rp 4 juta dan dia terus terang mengaku dapat bagian sejuta. Jadi keluarga Ani akan mendapat tiga juta.
Transaksinya segera aku selesaikan. Selanjutnya aku tidak tahu harus bagaimana. Ikut sajalah yang akan mereka atur. Leman setelah mendapat bagiannya ia lalu pamit mohon diri. Dia sudah menitipkan mobilku ke pemilik rumah.
Aku hanya perlu memberi uang yang menurutku tidak terlalu besar kepada orang yang nanti akan menjaganya. Orang itu nanti akan datang.
Jumlahnya kurasa lebih kecil, bahkan jauh lebih murah dari biaya titip nginap di Bandara Soeta. Menurut Leman orang di lingkungan ini tidak akan reseh, karena mereka sudah maklum dan yang beginian ini biasa.
Leman sudah tidak terlihat lagi. Tinggallah aku sendirian di daerah yang kurasa masih asing, Bukan saja daerahnya yang belum pernah aku datangi, tetapi juga aku tidak tahu harus bagaimana. Waktu itu sudah jam 4 sore. Jam 5 sore, aku ditawari mandi.
Nah ini dia persoalan yang aku rasa sulit. Sebab aku tau, satu-satunya kamar mandi adalah sumur pompa yang tidak berdinding di kerimbunan kebun singkong. Aku tidak bawa sarung, juga tidak bawa baju ganti. Yang melekat ditubuhku hanya celana jeans, celana boxer di dalamnya, kaus oblong dan baju lengan pendek.
Dari pada aku bingung, aku tanya bagaimana caranya mandi, karena kamar mandinya tidak berdinding. Si Nek Imah senyum-senyum. β Ya mandi aja biasa, buka baju semua lalu yang mandilah,β katanya.
Penjelasannya malah tidak jelas. Dari pada bingung aku tantang aja mereka semua agar mandi bareng-bareng sehingga aku tau bagaimana caranya mandi di tempat mandi terbuka itu. Mereka memang mau begitu, jadi meski tidak aku minta mereka memang akan mandi bersamaku.
Empat perempuan bersamaku jalan menuju sumur pompa. Aku pura-pura melambat membuka baju dengan ritual gosok gigi. Mereka dengan santainya sudah berbagi tugas. Dekat pompa ada dua ember besar yang diisi air.
Yang memompa Nek Amah dan si Ani bergantian mengisi kedua ember itu. Setelah ember penuh, Keempat perempuan itu membuka bajunya satu persatu, dan disangkutkan ke tonggak-tonggak kayu di sekitar tempat mandi.
Aku masih berpakaian lengkap mereka berempat sudah bugil dan langsung jongkok di sekitar ember. Aku sempat juga melirik ketelanjangan mereka. Tapi mereka tidak merasa risih sama sekali aku lihat begitu, ya biasa ajalah kelihatannya.
Rasanya aku harus seperti mereka, tidak perlu malu. Aku segera menelanjangi diriku . Mereka senyum-senum melihat kelakuanku. Untung si otong gak berontak, meski agak gemuk juga dikit.
Aku langsung jongkok diantara mereka dan bergantian menimba air membasahi diri. Mereka menyabuni tubuhnya dengan tetap pada posisi jongkok. Sumber ngocoks.com
Aku kesulitan menyabuni diriku seperti mereka, sehingga dengan kekuatan sepenuh tenaga melawan rasa malu aku berdiri dan menyabuni seluruh tubuhku. Mereka cekikikan melihat tingkah ku.
Si Buyut buka suara memerintah Ani untuk membantuku menyeka sabun di pungggungku. Tanpa rasa malu Ani berdiri pula, sehingga langsung terlihat memeknya yang belum berjembut dan teteknya yang baru berupa tonjolan kecil.
Dia mengambil sabun dari tanganku, lalu menyabuni punggungku. Nek Amah jahil pula karena dia memerintahkan cucunya untuk menyabuni senjataku. Tanpa tedeng aling-aling dia memerintahβ kontole, disabuni sekalian,β katanya.
Ani agak ragu menggapai senjataku. aku diam saja berdiri menunggu. Ani meraih senjataku lalu menyabuninya. Tangan lembutnya otomatis membangunkan penisku jadi makin tegang. Untungnya air cukup dingin, sehingga senjataku tidak sampai mengacung tegak.
Dua ember tentu saja tidak cukup untuk membilas tubuh kami berlima. Ani tanpa canggung meraih tangkai pompa dan langsung memompa.
Namun gerakannya lemah gemulai, sehingga airnya tidak mengucur banyak, Nek Ijah dalam bahasa daerah mengucapkan sesuatu lalu bangkit menggantikan Ani. Baru 10 kali pompaan dia sudah menyuruh anaknya si Imah mengambil over tugas.
Sambil jongkok aku menonton ketelanjangan mereka satu persatu, dan akhirnya si Amah pun mendapat giliran memompa. Lengkap sudah pemandangan yang kulahap. Suguhan ketelanjangan di tengah rimbunan pohon singkong, cukup menarik. Kelak aku akan mendokumentasikan dengan video phone ritual mandi berjamaah ini
Meski agak mengganjal, karena ngaceng, segar juga rasanya seusai mandi bareng yang sangat menegangkan. Kembali aku disuguhi kopi dan dengan rokok aku menikmati di bale-bale depan rumah.
Tidak lama kemudian muncul dua orang dengan pakaian hansip. Menurut si Nek Imah, mereka adalah keamanan dan datang mau ambil uang untuk jaga mobilku. Aku langsung serahkan selembar uang biru, yang pada waktu cerita ini aku tulis, nilainya cukup besarlah, apalagi untuk ukuran desa begini.
Basa-basi sejenak lalu mereka minta diri, pamit. Aku juga serahkan sejumlah uang ke Amah untuk makan malam. Sampai sejauh ini aku tidak tahu nanti malam bagaimana skenarionya. Sebetulnya mau nanya, tapi malu.
Di dalam rumah kulihat hanya ada 3 kasur yang dibentang berhimpitan. Spreinya meski warnanya kumal, tapi cukup rapi menutup semua kasur itu satu persatu. Aku bertanya pada diriku sendiri, apakah aku nanti akan tidur di kasur itu juga, dan bagaimana caranya eksekusinya.
Di bagian lain ruangan itu tidak terlihat hamparan kasur lain. Berarti aku akan tidur dengan mereka berempat nanti dan rasanya tidak mungkin ada malam pertama disini. Mau nanya, masih malu.
Waktu terus berjalan, tiba saatnya makan malam jam 8 malam. Tidak ada hiburan, karena mereka tidak memiliki TV. Makanan sederhana, tapi cukup nyaman juga. Habis makan aku mengajak si Amah berjalan untuk melihat mobilku apa masih dalam posisi aman.
Tanpa penunjuk jalan, sudah dipastikan aku akan kesasar. Mobilku ternyata benar dijaga oleh dua hansip tadi. Aku menegur mereka dan aku tawari mereka rokok. Ngobrol sebentar lalu aku pamit.
Malam sudah makin larut. Di HP ku yang signalnya lemah menunjukkan pukul 10 malam. Aku diajak masuk ke peraduan. Kami semua menempati tiga kasur yang berjajar aku dipinggir sebelah Barat, disebelahku Ani, lalu maknya si Amah, lalu si Nek Imah dan disampingnya si Nek Ijah.
Aku tidur dengan melepas celana jeans, sehingga hanya mengenakan celana boxer dan kaus oblong.. Aku tidak melakukan inisiatif apa pun karena tidak tahu harus bagaimana. Ruangan digelapkan karena satu-satunya lampu pijar sudah dimatikan. Suasana ruangan tidak sepenuhnya gelap, karena cahaya dari luar masuk menembus celah bilik bambu.
Ada sekitar setengah jam kami berdiam. Lalu Mak Amah buka suara yang meminta ku memulai. Aku tanya bagaimana harus mulainya, orang disini banyak orang. β Santai aja bos,β katanya.
Dia menyuruh Ani melepas semua bajunya, yang langsung dituruti. Setelah dia bugil diatur si Amah berbaring di sebelahku. Sambil duduk si Amah memberi instruksi apa yang barus dilakukan anaknya. Dia mengajari Ani agar meraih kontolku dan membuka celanaku.
Ani membuka celanaku, tapi dia masih kesulitan karena aku diam saja tidak berusaha membantunya. Aku cuma ingin tahu bagaimana kelanjutannya. Si Amah membantu anaknya melepas celanaku. Dia lalu mengajari Ani agar menggenggam penisku dan mengocoknya.
Ani karena belum pernah, terasa dia masih canggung, sehingga tindakannya tidak memuaskanku. Kelihatan si Amah geram dan mengajari anaknya bagaimana caranya menggengam penisku yang memang sudah ngaceng full.
Gilanya si Amah menggenggam penisku pula mencontohkan gerakan mengocoknya. Buset kontolku digenggam bergantian oleh dua orang yang merupakan anak dan ibu.
Sensasi gila yang sulit dibayangkan. Sementara itu si Imah dan Ijah kulihat bangun dan duduk menonton pula. Sesekali mereka ikutan pula memberi arahan. Aku diam mematung.
Ani mulai bisa menggengam penisku dan mengocoknya dia melakukan sambil berbaring miring kearahku. Kusempatkan menyentuh teteknya yang masih kecil dan terasa kenyal sangat.
Meski sangat terangsang, aku masih tetap bingung. Si Amah lalu menyuruh anaknya telentang dan membuka kakinya lebar-lebar. Aku diminta Imah mengambil posisi diatas anaknya.
Aku tanpa malu lagi mengarahkan penisku ke memek Ani, Sulit sekali memasukkan barangku ke vaginanya. Kelihatannya memek Ani belum berpelumas, karena bisa jadi dia tidak terangsang, tetapi malah takut, menghadapi pengalaman pertamanya itu.
Ibunya si Amah mengamati proses itu dan dia tahu aku belum juga berhasil. Dia bangkit lalu balik lagi dan langsung menggenggam penisku dan melumasinya sepertinya dilumasi body lotion. Memek si Ani juga di lumasi. Amah mengamati dari bawah sambil membimbing penisku memasuki lubang memek anaknya.
Agak lumayan bantuan body lotion, sehingga kepala penisku bisa masuk sedikit. Aku tekan perlahan-lahan sambil menggerakkan maju mundur, sampai akhirnya mentok di halangan selaput perawannya.
Si Ani mengeluh sambil mengatakan memeknya perih. Ibunya menyuruh dia untuk menahan. Sebetulnya aku merasa kasihan juga, karena Ani masih terlalu kecil untuk dientot oleh kontolku yang sudah mencapai ukuran dewasa normal, panjang 15 cm.
Perlahan-lahan aku tekan, lalu tarik dikit, tekan lagi, tarik sampai Ani agak lengah lalu aku tekan agak bertenaga dan jebollah perawannya, karena penisku langsung masuk lebih jauh meski pun aku lakukan agak pelan, sampai mentok.
Seluruh penisku terbenam dan posisi itu aku bertahan sejenak, karena kasihan si Ani kesakitan. Dia menangis dan yang membuat seleraku berkurang, tangisannya bersuara seperti anak β anak.
Aku tidak tahu harus bagaimana, karena penisku masih terbenam. Aku menikmati ketatnya lubang memek Ani. Jika tangisannya sesenggukan, maka liang memeknya juga menyempit.
Neneknya Imah dan Ibunya Amah membujuk Ani agar menghentikan tangisannya. Mereka mengatakan, sakitnya cuma sebentar. Ani disuruh menahan saja. Agak lama aku terdiam dengan posisi penis terbenam. Akhirnya tangisan si Ani reda, namun dia masih menutup matanya yang masih mengeluarkan air mata.
Aku mencoba bergerak pelan menarik sedikit lalu menekan lagi sampai terasa lancar. Setelah agak licin liangnya aku bergerak agak lebih panjang. Penisku juga terasa sakit seperti terjepit. Jujur saja ngentot begini tidak terasa nikmat. Namun sensasi memerawani anak 12 tahun, rasanya luar biasa.
Meskipun sakit aku berhasil juga mencapai ejakulasi dan kulepas saja di dalam memek sempit itu. Kubiarkan penisku mengecil sehingga lebih mudah menariknya keluar.
Setelah kelamin kami berpisah. Ani langsung menangis. Dia mengeluh memeknya perih. Ibunya sibuk menyeka memeknya yang dibanjiri oleh spermaku. Amah juga menyeka penisku yang belepotan, sampai akhirnya bersih.
Ani bangkit mengambil bajunya dan mengenakan kembali. Dia masih menangis sesenggukan, sambil duduk ditepi kasur. Mendengar tangisan itu aku jadi kehilangan selera dan mengenakan kembali celana boxerku. Neneknya, Imah dan Ijah menarik Ani dan memeluknya untuk menghentikan tangisannya. Dia kemudian tidur diantara Ijah dan Imah.
Aku berbaring dan disebelahku si Amah. Tempat tidur yang kapasitasnya untuk 3 orang sekarang ditempati 5 orang. Jadi kami saling berhimpitan. Aku dan Amah tidur berhimpitan pula. Aku ya harus menerima keadaan itu.
Mataku mulai ngantuk. Aku biasa begini, sehabis ejakulasi selalu diserang rasa ngantuk. Entah berapa lama aku tertidur, terbangun karena merasa badanku seperti ditindih.
Amah rupanya memelukku bagaikan aku adalah gulingnya. Aku tidak tahu dia sengaja atau tidak. Namun kesadaranku yang pelan-pelan makin siuman, merasa tetek si Amah yang saat itu berusia 26 tahun menghimpit lenganku. Rasanya dia tidak pakai BH pula.
Kakinya merangkul kakiku dan rasanya sampai kepaha tidak terasa dihalangi oleh kain. Kulirik ke bawah, memang sarungnya terangkat tinggi sekali sampai hampir ke pantatnya. Kelihatannya dia memang benar tidur, karena mendengkur lirih.
Iseng aja kuraba pantatnya yang bahenol. Aku merasa aneh karena rabaanku tidak menemukan garis celana dalam. Pelan-pelan kutarik keatas sarungnya dan memang benar dia tidak pakai celana dalam.
Penisku kembali bangun menghadapi sensasi ini. Nafsuku jadi bangkit juga. Kuremas-remas pantatnya yang sudah tidak tertutup sarung lagi. Bosan meremas pantat, aku penasaran pada memeknya.
Kudorong dia pelan-pelan sampai ke posisi telentang. Tanganku lalu menggapai memeknya. Jembutnya tidak terasa banyak, anehnya belahan memeknya terasa berlendir.
Aku memainkan clitorisnya. Aku mendengar nafasnya mendengus-dengus, salah satu tangannya lalu masuk ke dalam celana boxerku dan mengenggam penisku. Penisku dikocok-kocoknya. Beberapa saat kemudian dia menarik tubuhku sehingga aku berposisi miring.
Dia pun miring menghadapku. Tangannya meraih penisku yang sudah bangun sepenuhnya. Dituntunnya penisku memasuki lubang memeknya. Kami ngentot posisi miring. Makin lama makin sedap, tetapi gerakannya tidak leluasa.
Gerakan Amah makin agresif dan dia pun tanpa malu-malu mendesis-desis. Tanpa sungkan dia mendorongku sehingga aku telentang. Amah bangkit langsung mendudukiku dan memasukkan penisku ke memeknya. Dia menggenjot sambil merintih yang menyebabkan Nek Imah dan Nek Ijah terbangun.
Mereka menonton permainan kami sambil berbaring miring. Amah yang ditonton tidak peduli tetap asik memacu nafsunya. Aku tidak bisa menikmatinya secara maksimal, karena risih juga ditonton. Amah makin cepat memacu sampai akhirnya dia mencapai orgasmenya yang dibareng dengan jeritan lirih.
Kehebohan acara ngentot kami membuat posisiku jadi berubah makin ketengah kasur. Ini makin ditegaskan setelah si Amah mencapai puncaknya dia berguling ke sisi lain diriku sehingga aku di posisi diapit antara Amah dan Imah.
Aku telentang dengan posisi tidak pakai celana dan penisku mengacung. Aku diam saja dan tanpa mengenakan celanaku aku berusaha tidur saja. Meski agak susah aku yang dihimpit Amah dan Imah tertidur juga.
Tidurku tidak bisa nyenyak karena merasa kontolku seperti dikocok. Aku terbangun, tetapi pura-pura masih tidur. Aku intip ternyata si Nenek Imah yang memainkan penisku.
Wanita yang pada waktu itu berusia 40 tahun mungkin terangsang melihat adegan aku bermain dengan Amah yang tidak lain adalah anaknya. Dikocoknya pelan-pelan sehingga tidak bisa tertahan penisku jadi tegang kembali.
Dengan gerakan hati-hati dia bangkit dan menaiki tubuhku. Dia jongkok diatas diriku dan memasukkan penisku ke dalam lubang memeknya perlahan. Digerakkan badannya pelan-pelan naik turun. Nikmat juga rasa memeknya, Meski umurnya sudah 40an tapi masih cukup menjepit juga.
Lama-lama gerakannya tidak terkontrol karena dia telungkup diatas ku dan terus memompa sampai akhirnya mencapai kepuasannya. Merasa tanggung aku peluk tubuhnya dan aku melanjutkan gerakan sampai akhirnya aku pun ejakulasi.
Tubuhku terasa lelah sekali sehingga aku tidak peduli lagi dan aku tidur kembali. Aku terbangun karena diluar terlihat cahaya mulai terang. Aku masih belum bercelana, tetapi ketika aku terbangun bagian bawahku sudah ditutupi sarung. Aku adalah yang paling akhir bangun. Yang lain terlihat sibuk dengan aktifitasnya masing-masing.
Sebelum aku bangkit aku merenung sejenak. Semalam aku menyetubuhi anak, ibu dan neneknya. Sebetulnya istilah menyetubuhi agak kurang tepat. Jika dikatakan aku menyetubuhi si Ani, itu memang betul, tetapi si Amah, dia sendiri yang berinisiatif memasukkan penisku ke vaginanya.
Begitu juga si Imah, nenek Suryani, dia memasukkan kontolku ketika aku masih tidur. Jadi untuk kedua orang terakhir ini istilah yang tepat aku disetubuhi. Namun apa pun ceritanya aku memang sudah bersetubuh dengan perempuan dari 3 generasi.
Sambil merenungi itu, penisku mulai mengeras lagi. Dia memang tidak keras full, tapi ya agak membengkak. Nek Imah membangunkanku. Dia mengajak mandi bersama lagi. Pukul 6 pagi aku masih merasa dingin, tapi mereka sudah mau mandi. Jika kuturuti kemauanku, rasanya inginnya nanti saja.
Namun aku ingat bahwa kamar mandinya terbuka, makin siang makin rawan terlihat orang. Apa boleh buat, dingin-dingin dan masih agak ngantuk aku bangkit dan bersama semua penghuni rumah menuju sumur pompa.
Kali ini aku berinisiatif memompa dan mengisi dua ember sampai penuh. Sementara itu keempat perempuan itu sudah melepasi bajunya semua sampai telanjang bulat. Lalu seperti kemarin mereka berjongkok mengelilingi ember dan menyirami tubuhnya. Jika jongkok, aku memang tidak bisa melihat tetek dan memek mereka.
Aku melepasi bajuku sampai bugil juga dan ikut-ikutan jongkok bergantian menimba air. Pagi ini acara mandi bersama lebih akrab dari kemarin sore, aku bebas menjamahi tubuh mereka satu persatu sampai ke nenek Ijah.
Tentu saja menjamahnya sambil mengusap sabun. Namun usapan itu hanya jalan untuk meremas tetek dan menjamah memek. Sebenarnya aku agak ragu menyabuni Nek Ijah, tapi dia sendiri yang minta aku menyabuni tubuhnya. Ya aku tidak bisa menolak.
Bodynya meski lebih tebal dengan lemak, tetapi susunya masih enak diremas. Jembutnya juga tidak terlalu banyak. Nek Ijah nakal juga dia, karena sementara aku menyabuni tubuhnya, dia mengambil kesempatan untuk meraih kontolku dan mengocoknya sebentar. Meski cuma sesaat, dampaknya kontolku jadi ngaceng.
Aku bertanya pada diriku sendiri, apakah Nek Ijah yang sudah berusia 54 tahun masih punya nafsu ingin dientot juga. Jika dilihat dari gelagatnya sepertinya dia memancing-mancing.
Karena setelah melihat kontolku ngaceng dia menggeser-geserkan pantatnya yang tebal ke kemaluanku. Aku sempat meraih badannya dan melakukan gerakan seperti menyetubuhinya, padahal penisku tidak masuk ke memek, cuma dijepit diantara kedua pahanya. B
ukan itu saja dia malah berbalik arah sehingga kami berhadapan sambil berdiri. Disiramnya penisku lalu digenggamnya dan diarahkan masuk ke dalam lubang memeknya.
Tidak mudah memasukkan penis dalam posisi berdiri, tetapi dia cukup lihai juga karena aku merasa penisku sudah terjepit di dalam lubang vaginanya.
Tidak lama, mungkin cuma 1 menit, Nek Ijah melepas kontolku dari memeknya. β Nanti diliat orang, kita terusin di dalam aja,β katanya membisik ku. Sumber ngocoks.com
Betul juga katanya, karena di tempat terbuka begini kalau ada orang melihat kami bersetubuh, rasanya kurang sopan juga. Ritual mandi segera selesai, aku mengenakan celana boxer dan kaus oblong. Nek Ijah mengenakan kain batik menutupi payudaranya dan pahanya. Orang Jawa menyebutnya kemben.
Nek Ijah menggandengku masuk rumah. Aku turuti saja tarikannya, kira-kira dia mau apa. Apakah mungkin kami melakukan persetubuhan, sementara cuaca sudah terang, sehingga semua orang di rumah ini bisa melihat.
Namun dugaanku keliru. Nek Ijah mengajakku naik ke kasur. Aku ditelentangkan dan celana boxerku dilepas. Penisku yang masih setengah tegang diraihnya lalu dia langsung mengoral. Begitu mulutnya melahap penisku aku langsung lupa diri, karena nikmatnya kuluman mulut Nek Ijah.
Kulihat perempuan lain mondar-mandir, sibuk dengan urusannya masing-masing sambil sesekali melirik kami berdua. Mereka seolah tidak ambil pusing oleh kegiatanku bersama Nek Ijah. Birahiku makin memuncak, sampai penisku benar-benar keras.
Nek Ijah tidak membuka kembennya. Dia menduduki dan menuntun penisku memasuki lubang vaginanya. Ternyata dibalik kemben itu dia tak pakai celana dalam.
Halo sobat Ceritasange π gua mau rekomendasiin web temen gua nih. Isinya juga full 18+ π₯ dan dijamin bikin kalian betah lama-lama nongkrong di sana. Kalau penasaran, bisa cek π gairahdewasa.com
